Rareranews.com
Kab. Bandung
-Kerusakan kawasan hulu sebagai Nol Kilo Meter Citarum masih kritis. Angka lahan kritis di zona hulu bukan menyusut dan malah cenderung meningkat. Perlu diingat bahwa hulu sungai Citarum ini terletak di
situ Cisanti Kertasari Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Hal tersebut, diungkapkan Direktur Eksekutif Walhi Jawabarat Wahyudin, dirinya menyampaikan bahwa sebelum adanya program Citarum Harum, setidaknya sudah terdapat beberapa program yang sudah bergulir dengan biaya yang fantastis, diantaranya, (Citarum Bergetar, ICWRMIP, KOMPEPAR dan Citarum Bestari) di lokasi petak 73 sebagai hulu dari sungai Citarum dan program tersebut telah memulihkan kawasan yang dianggap kritis.
“Klaim reforestasi lahan kritis di hulu, kami mempertanyakan kawasan mana yang telah berhasil di reforestasi, lantaran banjir bandang dan banjir lumpur masih kerap terjadi, terakhir banjir di hulu telah menelan satu korban meninggal dunia,” ujarnya kepada VISI.NEWS belum lama ini.
Menurut catatan Walhi, fakta lahan kritis yang tidak dapat tersentuh oleh program Citarum Harum ini adalah lahan yang di bawah pengelolaan perhutani yaitu kawasan puncak sulibra (Artapela) yang masuk pada bentang kawasan gambung sidanengsih serta masuk pada Sub DAS Cihejo yang bermuara ke DAS
Citarum.
“Laporan PKK DAS yang di tayangkan di website perlu juga dibuktikan dan pertanggungjawaban, masalahnya mereka mengklaim bahwa telah berhasil dengan cara telah melakukan penanaman pohon dengan jumlah jutaan. Dimana lokasi penanam pohon tersebut?, Apakah ada metode pengawasan berapa pohon yang hidup dan pohon yang mati serta apakah menjawab terhadap pemulihan kawasan yang kritis atau tidak?, Belum lagi lahan kritis yang berada di bawah pengelolaan HGU PTPN dan tanah milik masyarakat,” Ujar Wahyudin.
Dirinya juga menjelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga titik lokasi yang kritis dan tidak dapat terurai oleh program Citarum harum ini di kawasan hulu. Salah satu lokasinya berada tepat di pasir anjing, kampung Cirawa dan sebagian besar terlekat di desa Cihawuk. Pola tanam yang tidak dengan skema terasering serta tidak disertainya dengan pohon tegakan sering kali memperburuk jumlah run off yang masuk ke anak sungai yang bermuara ke DAS.
“Partisipasi publik. Bentuk keberhasilan yang sangat sulit untuk mengetahui sebesar apa upaya partisipasi publik dapat di terapkan pada program Citarum Harum ini, nyatanya pada ruang-ruang perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi tidak dapat terwujud dengan komprehensif dilakukan oleh PPK DAS. Adapun pertemuan besar dapat dilaksanakan terkesan hanya menjadi kegiatan agar ISWMIP dapat berjalan,” katanya.
Citarum masih dapat dikategorikan sebagai
sungai yang tercemar berat. Pemerintah Pusat dengan bangga menjadikan sungai Citarum sebagai showcase di World Water Forum (WWF) sangatlah keliru. Fakta di lapangan Citarum belum banyak yang berubah, sederhananya program Citarum Harum bisa dikatakan belum mampu merubah Citarum menjadi sungai yang bersih.
“Catatan kritis kami di atas, bermaksud ingin mendesakan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawab Barat, agar segara bersikap tegas menghentikan segala bentuk kerusakan, tidak ada toleran lagi bagi pelaku perusakan dan pelaku pencemar limbah ke aneka sungai maupun ke sungai atau istilah lain Zero Tolerance Policy,” cetusnya.
Agar dapat mewujudkan sikap ini dan tidak ada lagi toleran bagi pelaku perusak, maka
pihaknya memberikan desakan dan saran :
1. Segara lakukan Identifikasi yang di bagi menjadi tiga segmen (Segmen Hulu, Segmen Tengah dan Segmen Hilir). Langkah ini di maksudkan agar dapat menentukan akar masalah yang sebenarnya, karena dari setiap segmen baik dihulu, tengah hingga hilir masalahnya pasti berbeda.
2. Segera jalankan penegakan hukum bagi pelaku pencemaran dan pelaku perusak lingkungan. Ini menjadi keharusan yang wajib dijalankan agar dapat menjawab masalah yang terjadi saat ini. Bukan lagi “pengendalian” sikap yang harus diambil melainkan “penghentian”.
3. Presiden dan Gubernur segera keluarkan sikap untuk menetapkan tanggal 24 Mei sebagai Peringatan Hari Citarum. Hal ini wajib dilakukan sebagai wujud penghargaan bagi para aktivis yang berhasil mendorong Bupati Kab. Bandung menetapkan 24 Mei sebagai Hari Citarum. Lebih jauh dari itu agar kita dapat diingatkan 5 program untuk mengatasi masalah serta anggaran yang luar biasa belum dapat mengurai akar masalah kerusakan sungai Citarum.
4. Stop perpanjangan PERPRES No. 15tahun 2018 , tidak harus ada Citarum Harum Jilid 2.
*Adanya alih fungsi lahan Perhutani dan PTPN VIII yang menjadi objek wisata*
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Praniko Imam Sagita, meminta agar pemerintah Kabupaten Bandung, segera mengkaji lebih jauh soal dampak dari banyaknya destinasi baru salah satunya dengan melihat keadaan alam dan masyarakat disekitarnya.
“Kami sebagai mitra kerja dalam hal ini di Komisi B, sangat miris melihat banyak perubahan yang terjadi di Kabupaten Bandung, seperti di Pangalengan, Ciwidey dan Kertasari yang notabenenya adalah lahan pertanian milik Perhutani dan PTPN VIII yang HGU nya sudah berubah fungsi kegunaan menjadi objek wisata,” kata Praniko dikonfirmasi Sabtu (25/5/2024).
Pihaknya juga meminta kepada dinas terkait, dan inspektorat untuk lebih jauh mengawasi baik sisi lingkungan dan masyarakat sekitar.
“Jadi jangan sampai setiap tahun menjadikan bencana alam yang tidak kita harapkan serta merugikan masyarakat. Dalam setiap objek wisata baru tentunya akan ada lahan jalan yang dibuka, dan pohon harus ditebang untuk menjadi jalan ada sebagian yang dijadikan bangunan, nah ini hati-hati,” ucapnya.
Selain itu, dirinya juga menyoroti Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) apakah semua objek wisata di Kabupaten Bandung ini sudah mengantongi rekomendasi, dan apakah telah memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) pengganti IMB ini.
“Jangan sampai menyalahi aturan, karena kita sudah memiliki RTRW peruntukan lahan hijau, lahan kuning dan sebagainya. Boleh kita melakukan pengembangan destinasi wisata yang baru tetapi mohon tidak mengabaikan dari aspek lingkungan nya karena ini penting, sedikit kita tidak memperhatikan alam ini maka bencana alamnya akan terus menerus terjadi, seperti banjir bandang, longsor, erosi dan kemungkinan sumber mata air kita juga kedepannya bisa terganggu, jadi semua harus diperhatikan,” tegasnya.
“Kita juga harus memikirkan kesejahteraan masyarakat setempat jangan hanya jadi penonton saja, jangan sampai masyarakat diluar Kabupaten Bandung yang hanya menikmati hasil rupiahnya. Kemudian dari sisi aspek lain, banyaknya destinasi wisata ini kerap terjadi kemacetan yang mengganggu kenyamanan masyarakat Kabupaten Bandung, nah ini mohon dinas-dinas terkait dapat memperhatikannya juga,” tambahnya.
Politikus partai Gerindra ini menyampaikan bahwa selain Pemkab Bandung, ada peran yang penting dari pemerintah pusat dan provinsi supaya hadir di tengah-tengah kegaduhan masyarakat yang sebenarnya bisa di atasi bersama.
“Terutama karena kewenangan kehutanan kabupaten ini kadang-kadang terbatas, karena kehutanan tidak di wilayah kabupaten saja tapi ada bagian provinsi dan pusat, kami meminta juga pemerintah provinsi dan pusat turun tangan jangan tutup mata ini kan kewenangan mereka. Perhutani dan PTPN VIII di bawah Kementerian BUMN dan juga koordinasi dengan provinsi,” ujar penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Pasundan ini.
“Kami menghimbau kepada kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Parekraf untuk membuat Surat Keputusan Bersama (SKB), bahwa mengembangkan usaha itu dengan tidak merugikan masyarakat, karena kita sadar lingkungan ini rusak semua, tebing dibikin bangunan, pohon yang seharusnya untuk menahan tanah supaya tidak longsor sudah di tebang habis, penebangan tidak
disertakan dengan reboisasi,” ucapnya.
Dirinya berharap, agar ada respon dan tindakan yang tepat dan cepat jika memang para pemangku kekuasaan di Republik Indonesia ini mencintai rakyatnya sendiri.
“Mudah-mudahan ini sudah atau akan tersampaikan dari pemerintah Kabupaten Bandung ke pemerintah provinsi dan pusat,” pungkasnya.
***